Selasa, 25 Maret 2014

                                     senjata tajam

Celurit atau clurit atau dalam bahasa Madura biasa disebut Arek, bagi masyarakat Madura,  tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi mereka hingga hari ini. Senjata tradisional berbentuk melengkung seperti bulan sabit. Bilah inilah yang menjadi ciri khas senjata tradisional ini. Senjata tradisional yang memiliki bilah serupa celurit ialah kerambit asal Sumatera, arit dari Jawa, dan kujang dari Jawa Barat.

Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu clurit kembang turi dan clurit wulu pitik/bulu ayam. Sedangkan untuk ukuran, celurit dibagi menjadi lima ukuran. Dari ukuran 5 atau yang paling kecil sampai ukuran 1 atau yang paling besar.

Pada umumnya celurit memiliki hulu (pegangan/gagang) yang terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan untuk hulu cukup beraneka ragam, misalnya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Terdapat tali diujung hulunya yang pnjangnya berkisar 10 sampai 15 cm yang berguna untuk ngegantung atau mengikat clurit. Ulir atau cerukan biasanya terdapat pada bagian ujung hulu. Biasanya kedalaman ulir tersebut mencapai 1 sampai 2 cm.

Sarung celurit sendiri terbuat dari kulit. Masyarakat Madura biasanya menggunakan kulit kerbau yang tebal atau kulit sapi atau bisa juga kulit lainnya. Sarung Kulit disesuaikan dengan bentuk dari celurit itu sendiri, yaitu berbentuk sabit.  Sarung celurit juga memiliki ikatan pada ujungnya dekat dengan gagang sebagai pengaman. Untuk mempermudah dalam mencabut celurit dari sarungnya, maka celurit hanya dijahir 3/4-nya saja.

Bahan stenless biasa digunakan sebagai bahan pembuatan bilah celurit. Bahan tersebut memiliki kualitas yang bagus dibandingkan dengan bahan lainnya atau bisa juga menggunakan besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil untuk kualitas yang paling bagus. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bagian bilahnya dibuat menembus sampai ujung untuk melekatkan  dengan kuat bilah pada gagangnya.

Kini, masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak heran bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura. Misalnya, desa kecil bernama Peterongan, Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.

Celurit dikerjakan seorang pandai besi. Padai besi biasanya berpuasa sebelum mengerjakan sebilah celurit. Bahkan setiap pada bulan Maulid, di bengkel pandai besi dilakukan ritual kecil. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi, dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di mushola. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit- sakitan. Orang-orang dilarang untuk melangkahi apalagi menduduki tombuk atau bantalan penempa besi.

Memilih besi yang diinginkan menjadi awal pembuatan celurit. Jika menginginkan celurit yang  berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan dengan suhu yang tinggi.

Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit digerinda dan haluskan bilahnya. Setelah dimasukkan atau  ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Kemudian diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terakhir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kerbau atau sapi dan telah diukir, di mana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Lama waktu pengerjaan memakan waktu dua sampai empat hari.

Carok belum dikenal pada zaman Cakraningrat (abad ke-12M), Joko Tole (abad ke-17M) dan Panembahan Semolo. Ketika itu, seseorang membunuh dengan menggunakan keris atau pedang untuk membela kehormatannya. Masyarakat Madura meyakini bahwa celurit berasal dari legenda pak Sakera atau Sekerang, yaitu seorang mandor tebu asal Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Menurut cerita, ia tidak pernah melepaskan celurit jauh darinya. Ia selalu memakainya untuk kehidupan sehari-hari atau biasa digunakan untuk alat pertanian atau perkebunan. Sakera berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat.

Sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah. Pada akhirnya ia tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari. Tindakan penjajah yang menghukum gantung Sakera menyulut kemarahan orang-orang Madura. Mereka mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata yang biasa digunakan Sakera, yaitu celurit. S
Celurit atau clurit atau dalam bahasa Madura biasa disebut Arek, bagi masyarakat Madura,  tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi mereka hingga hari ini. Senjata tradisional berbentuk melengkung seperti bulan sabit. Bilah inilah yang menjadi ciri khas senjata tradisional ini. Senjata tradisional yang memiliki bilah serupa celurit ialah kerambit asal Sumatera, arit dari Jawa, dan kujang dari Jawa Barat.

Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu clurit kembang turi dan clurit wulu pitik/bulu ayam. Sedangkan untuk ukuran, celurit dibagi menjadi lima ukuran. Dari ukuran 5 atau yang paling kecil sampai ukuran 1 atau yang paling besar.

Pada umumnya celurit memiliki hulu (pegangan/gagang) yang terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan untuk hulu cukup beraneka ragam, misalnya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Terdapat tali diujung hulunya yang pnjangnya berkisar 10 sampai 15 cm yang berguna untuk ngegantung atau mengikat clurit. Ulir atau cerukan biasanya terdapat pada bagian ujung hulu. Biasanya kedalaman ulir tersebut mencapai 1 sampai 2 cm.

Sarung celurit sendiri terbuat dari kulit. Masyarakat Madura biasanya menggunakan kulit kerbau yang tebal atau kulit sapi atau bisa juga kulit lainnya. Sarung Kulit disesuaikan dengan bentuk dari celurit itu sendiri, yaitu berbentuk sabit.  Sarung celurit juga memiliki ikatan pada ujungnya dekat dengan gagang sebagai pengaman. Untuk mempermudah dalam mencabut celurit dari sarungnya, maka celurit hanya dijahir 3/4-nya saja.

Bahan stenless biasa digunakan sebagai bahan pembuatan bilah celurit. Bahan tersebut memiliki kualitas yang bagus dibandingkan dengan bahan lainnya atau bisa juga menggunakan besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil untuk kualitas yang paling bagus. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bagian bilahnya dibuat menembus sampai ujung untuk melekatkan  dengan kuat bilah pada gagangnya.

Kini, masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak heran bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura. Misalnya, desa kecil bernama Peterongan, Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.

Celurit dikerjakan seorang pandai besi. Padai besi biasanya berpuasa sebelum mengerjakan sebilah celurit. Bahkan setiap pada bulan Maulid, di bengkel pandai besi dilakukan ritual kecil. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi, dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di mushola. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit- sakitan. Orang-orang dilarang untuk melangkahi apalagi menduduki tombuk atau bantalan penempa besi.

Memilih besi yang diinginkan menjadi awal pembuatan celurit. Jika menginginkan celurit yang  berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan dengan suhu yang tinggi.

Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit digerinda dan haluskan bilahnya. Setelah dimasukkan atau  ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Kemudian diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terakhir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kerbau atau sapi dan telah diukir, di mana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Lama waktu pengerjaan memakan waktu dua sampai empat hari.

Carok belum dikenal pada zaman Cakraningrat (abad ke-12M), Joko Tole (abad ke-17M) dan Panembahan Semolo. Ketika itu, seseorang membunuh dengan menggunakan keris atau pedang untuk membela kehormatannya. Masyarakat Madura meyakini bahwa celurit berasal dari legenda pak Sakera atau Sekerang, yaitu seorang mandor tebu asal Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Menurut cerita, ia tidak pernah melepaskan celurit jauh darinya. Ia selalu memakainya untuk kehidupan sehari-hari atau biasa digunakan untuk alat pertanian atau perkebunan. Sakera berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat.

Sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah. Pada akhirnya ia tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari. Tindakan penjajah yang menghukum gantung Sakera menyulut kemarahan orang-orang Madura. Mereka mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata yang biasa digunakan Sakera, yaitu celurit. Sejak saat itu, celurit disimbolkan sebagai alat perlawanan, simbol harga diri.
ejak saat itu, celurit disimbolkan sebagai alat perlawanan, simbol harga diri.








KERAJINAN TANGAN MASYARAKAT PEDESAAN 

PERHATIAN...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! "
BARANG INI HANYA UNTUK PAJANGAN DAN KOLEKSI
 KARENA BERUPA ALAT-ALAT DAPUR/PERTANIAN DAN PUSAKA".
" BUKAN UNTUK HAL-HAL YANG MELANGGAR HUKUM " 



 Pisau Dapur Rp 500.000,- (Bahan Full Cakram) 25cm 


PEMESANAN Hub.085645330454 (SMS/TLP) -PAK CAHYO
E-mail : promotion.cahyo@gmail.com
Nomer HP :085645330454
Alamat : DESA BETTET - PAMEKASAN - MADURA, JAWATIMUR
SEMUA BAHAN DARI CAKRAM SEPEDA MOTOR & MOBIL.
* * BARANG HARUS PESAN DULU, PEMBUATAN MAKSIMAL 20 HARI, DP 50% DARI HARGA FULL ATAU BISA LANGSUNG DILUNASI* *
BEBAS ONGKOS KIRIM
GAGANG CLURIT TIDAK AKAN LEPAS, SILAHKAN LIHAT CONTOH GAMBAR.
NO.1 (besi bilah clurit tembus sampai bawah gagang-jadi gagang tidak akan lepas-sudah dipaten)
NO.2 (bukti gambar-gagang tidak akan lepas atau putus)

NO.3 (HARGA 1.200.000,- PANJANG 60cm) - FULL CAKRAM

NO.4 (HARGA 1.200.000,- PANJANG 60cm) - FULL CAKRAM

NO. 5 (HARGA 500.000,- PANJANG 15cm) - CAKRAM SEPEDA MOTOR
KERAMBIT : 1A
 KERAMBIT : 1B



NO.6 (HARGA 1.600.000,- 1PAKET DAPAT 2 SENJATA - PANJANG CLURIT 50cm & PISAU KERAMBIT 15cm) - CAKRAM MOBIL - MODEL 1B



NO.7 (HARGA 1.600.000,- 1PAKET DAPAT 2 SENJATA - PANJANG CLURIT 50cm & PISAU DAPUR 15cm) - CAKRAM MOBIL - MODEL 1A

NO. 8 GOLOK MADURA (HARGA Rp 1.200.000,- PANJANG 50cm & LEBAR 5cm) DARI CAKRAM MOBIL


NO. 9 BUKTI : BESI BILAH NYAMBUNG SAMPAI GAGANG-SEHINGGA TIDAK AKAN LEPAS/PUTUSNO.10 PISAU UDANG KHAS MADURA (HARGA 1.200.000,- PANJANG 50cm) - FULL CAKRAM
NO. 11 BUKTI : BESI BILAH NYAMBUNG SAMPAI GAGANG-SEHINGGA TIDAK AKAN LEPAS/PUTUS

NO.12 (HARGA 2.000.000,- PANJANG 100cm) - FULL CAKRAM
Celurit Madura Rp 2.000.000,- (Bahan Cakram Mobil) 1 meter

BENGKEL KAMI :

Arit, Celurit, atau Sabit adalah alat pertanian berupa pisau melengkung menyerupai bulan sabit. Meskipun memiliki bentuk yang sama; secara bahasa Arit cenderung bersifat sebagai alat pertanian, sedangkan Clurit lebih mengacu pada senjata tajam.
Clurit juga merupakan senjata khas dari suku Madura, Indonesia dan biasa digunakan sebagai senjata carok. Senjata ini sudah melegenda sebagai senjata yang biasa digunakan oleh tokoh yang bernama Sakera. 
celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.
Clurit Madura
Clurit memang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Madura, Jawa Timur. Senjata tajam yang berbentuk melengkung ini begitu melegenda. Sejak dahulu kala hingga sekarang, hampir setiap orang di Tanah Air mengenal senjata khas etnis Madura ini. Saking populernya, clurit kerap diidentikkan dengan berbagai tindak kriminal. Bahkan celurit juga digunakan oleh massa saat terjadi kerusuhan maupun demonstrasi di pelosok Nusantara untuk menakuti lawannya.
Boleh jadi, begitu mendengar kata Madura, dalam benak sebagian orang bakal terbayang alam yang tandus, wajah yang keras dan perilaku menakutkan. Kesan itu seolah menjadi benar tatkala muncul kasus-kasus kekerasan yang menggunakan clurit dengan pelaku utamanya orang Madura.
Kendati demikian tak semua orang mengetahui sejarah dan proses sebuah clurit itu dibuat hingga dikenal luas. Di tempat asalnya, clurit pada mulanya hanyalah sebuah arit. Petani pun kerap menggunakan arit untuk menyabit rumput di ladang dan membuat pagar rumah. Dalam perkembangannya, arit itu diubah menjadi alat beladiri yang digunakan oleh rakyat jelata ketika menghadapi musuh.
Demikian pula pendapat D. Zawawi Imron. Seniman sekaligus budayawan Madura ini menuturkan, kalangan rakyat kecil memperlakukan clurit sebagai senjata tajam biasa. Dengan kata lain, clurit itu bukan dianggap senjata sakti.
Kini, masyarakat Madura masih memandang clurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak mengherankan, bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura.
Tersebutlah sebuah desa kecil bernama Peterongan. Kampung ini terletak di Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan clurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.
Tak salah memang, bila desa ini menjadi kondang. Maklum, clurit buatan para perajin di Desa Peterongan itu dikenal kokoh dan halus pengerjaannya. Seorang di antara mereka adalah Salamun. Siang itu, lelaki berusia 54 tahun ini menemui Sunarto utusan dari sebuah padepokan silat terkenal di Kecamatan Kamal, Bangkalan.
Sunarto pun meminta Salamun mengerjakan sebilah clurit berjenis bulu ayam. Bagi Salamun, membuat clurit adalah bagian dari napas kehidupannya. Clurit tak hanya sekadar dimaknai sebagai benda tajam yang digunakan untuk melukai orang. Akan tetapi clurit adalah karya seni yang mesti dipertahankan dari warisan leluhurnya.
Pagi itu, Salamun didampingi putranya berbelanja membeli besi tua yang berada di sudut Desa Peterongan. Di antara tumpukan besi itu, Salamun memilih besi bekas rel kereta api dan per bekas jip sebagai bahan baku membuat celurit pesanan Sunarto.
Besi pilihan itu lantas dibawa menuju bengkel pandai besi miliknya yang berada tak jauh dari halaman rumahnya. Batangan besi tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan hingga mencapai titik derajat tertentu.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan clurit yang diinginkan. Dengan dibantu ketiga anaknya, Salamun membuat clurit pesanan padepokan silat tersebut dengan penuh ketelitian. Sebab dia memandang clurit harus mencirikan sebuah karya seni. Tak sekadar sepotong besi yang ditempa berkali kali, melainkan harus memiliki arti dan makna bagi yang memilikinya.
Lantaran itulah, sebelum mengerjakan sebilah clurit, Salamun biasa berpuasa terlebih dahulu. Bahkan saban tahun, tepatnya pada bulan Maulid, Salamun melakukan ritual kecil di bengkelnya. Menurut Salamun, ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di musala. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. &quotKalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit-sakitan,” ucap Salamun.
Hingga kini, tombuk atau bantalan menempa besi pantang dilangkahi terlebih diduduki oleh orang. Keahlian pak Salamun membuat clurit tak bisa dilepaskan dari warisan orang tua dan leluhur kakeknya. Semenjak kecil dirinya sudah dilibatkan cara membuat clurit yang benar.
Pria itu termasuk produktif. Betapa tidak, sudah ribuan clurit yang dihasilkan dari tempaan Salamun. Namun kini, Salamun lebih berhati-hati menerima pesanan clurit. Dia beralasan, banyak orang yang tak memahami filosofi clurit. Minimnya pemahaman inilah yang mengakibatkan clurit lebih banyak digunakan untuk tindak kejahatan.
Sebaliknya, bagi yang mengerti, clurit itu tentunya digunakan lebih berhati-hati. Pendapat itu memang beralasan. Soalnya clurit juga diartikan sebagai lambang ksatria. Dan, bukan malah untuk sembarang menyabet orang.
Di Madura, banyak dijumpai perguruan pencak silat yang mengajarkan cara menggunakan clurit. Satu di antaranya Padepokan Pencak Silat Joko Tole, pimpinan Hasanuddin Buchori. Perguruan ini mengambil nama dari seorang ksatria asal Sumenep. Kala itu Madura dibagi menjadi dua wilayah kerajaan besar, yaitu Madura Timur di Sumenep dan Madura Barat di Arosbaya Bangkalan. Adapun peninggalan Kerajaan Madura Barat masih terlihat dalam situs makam-makam kuno di Arosbaya.
Dan hari ini, perguruan yang banyak mengorbitkan atlet pencak silat nasional itu secara rutin berlatih meneruskan cita-cita dan semangat leluhurnya, Joko Tole. Padepokan Silat Joko Tole selama ini cukup kesohor di kalangan pencak silat di Tanah Air. Terutama dalam mengajarkan penggunaan senjata tradisional clurit.
Walaupun hanya sebuah benda mati, celurit memiliki beragam cara penggunaannya. Ini tergantung dari niat pemakainya. Di Perguruan Joko Tole, misalnya. Clurit tidak sekadar diajarkan untuk melumpuhkan lawan. Namun seorang pemain silat harus memiliki batin yang bersih dengan berlandaskan agama.
Sebagian masyarakat menganggap clurit tak bisa dipisahkan dari tradisi carok yang dianut oleh sebagian orang Madura. Sayang, hingga kini, belum satu pun peneliti yang bisa menjelaskan awal mula carok menjadi bagian hidup orang Madura. Yang terang, pada dasarnya carok biasa dilakukan ketika seseorang merasa dipermalukan dan harga dirinya dilecehkan. Maka, penyelesaian yang terhormat adalah dengan berduel secara ksatria satu lawan satu.
Latar belakang perkelahian seperti itu diakui Zawawi Imron. Budayawan ini menerangkan, ada adigium Madura yang mengatakan: Dibandingkan dengan putih mata lebih bagus putih tulang. Artinya, daripada hidup malu lebih baik mati. Dengan kata lain, ketika orang Madura dipermalukan, maka ia berbuat pembalasan dengan melakukan carok terhadap yang menghinanya itu.
Namun dalam perkembangannya, arti carok sendiri menjadi tidak jelas. Terutama bila dihubungkan dengan nyelep, yakni menyerang musuh dari belakang atau ketika lawan sedang lengah. Dan, hal itu semakin tidak jelas manakala banyak kasus kekerasan yang bermotifkan sosial ekonomi.
Jadi, untuk mengubah stereotip itu, orang Madura harus melawan kebodohan dan ketertinggalan. Ini seperti kerinduan budayawan sekaligus penyair Madura Zawawi Imron dalam puisi berjudul Clurit Emas: Bila musim melabuh hujan tak turun, kubasahi kau dengan denyutku. Bila dadamu kerontang, kubajak kau dengan tanduk logamku. Di atas bukit garam kunyalakan otakku. Lantaran aku tahu, akulah anak sulung yang sekaligus anak bungsumu. Aku berani mengejar ombak. Aku terbang memeluk bulan. Dan memetik bintang gemintang di ranting-ranting roh nenek moyangku. Di bubung langit kuucapkan sumpah. Madura, akulah darahmu.(ANS/Soedjatmoko dan Bambang Triono)
PISAU
Pisau ialah alat yang digunakan untuk memotong sebuah benda. Pisau terdiri dari dua bagian utama, yaitu bilah pisau dan gagang atau pegangan pisau. Bilah pisau terbuat dari logam pipih yang tepinya dibuat tajam; tepi yang tajam ini disebut mata pisau. Pegangan pisau umumnya berbentuk memanjang agar dapat digenggam dengan tangan.
Bentuk umum pisau mirip dengan pedang, bedanya adalah bahwa bilah pedang lebih panjang daripada bilah pisau.
Bila pisau terlalu kecil untuk memotong sesuatu, gergaji atau kapak mungkin diperlukan.(pisau-Wikipedia bahasa indonesia).
Sejarah Lempar Pisau
History of Throwing Knife

Melemparkan pisau mengacu pada seni lempar pisau pada target. Awalnya, pisau lempar digunakan sebagai cara untuk membela diri dan menyakiti atas individu lain. Sekarang pisau lempar dipraktekkan sebagai bentuk olahraga dan hiburan, terutama di teater.
Pisau lempar Sebagai Senjata
1. Asal mula pisau lempar, melempar kayu berasal dari (gambar bumerang), yang digunakan sebagai senjata dalam pertempuran dan sebagai alat untuk berburu. Di Afrika Utara, bukti melemparkan kayu kembali ke sekitar 6000 SM Di Mesir, melemparkan kayu ditemukan di makam Tut-anch-Amun (sekitar 1340 SM). Setelah pengenalan besi pada sekitar 600 SM, melemparkan kayu secara bertahap berkembang menjadi pisau lempar.
Di Amerika, pisau lempar populer di awal 1800-an dengan James Bowie, seorang tentara Amerika yang melemparkan pisau dalam pertempuran selama Revolusi Texas (termasuk kematian-Nya di Pertempuran Alamo) menjadi legendaris. Selama waktu ini, pisau-lempar sangat populer di kalangan tentara Konfederasi sebagai bentuk pertempuran, tetapi juga digunakan sebagai bentuk hiburan ketika tentara tidak bertempur, dilakukan saat-saat istirahat.
Pisau Lempar Sebagai Olahraga
2. Sementara peraturan sedikit berbeda dari kompetisi ke kompetisi, olahraga lempar pisau umumnya melibatkan target dengan ukuran diameter 50cm. target tersebut kemudian dibagi menjadi 5 cincin dengan diameter berikut: 10cm, 20cm, 30cm, 40cm, 50cm. Poin yang diperoleh membentur bull’s-eye (lima poin) dan cincin luar masing-masing (empat, tiga, dua, satu). Secara umum, pisau yang dilemparkan dari jarak antara 3m dan 7m. Banyak organisasi yang ada di seluruh dunia untuk mempromosikan olahraga pisau lempar, termasuk International Knife penyembur Hall of Fame (IKTHOF) Asosiasi yang berbasis di Austin, Texas.
Melempar Pisau Sebagai Hiburan
3. Sebuah gambar, yang pertama kali muncul pada tahun 1861, berjudul “Hidup di Camp Tentara Konfederasi” menggambarkan tentara Konfederasi melemparkan pisau terhadap suatu tanda di pohon. Hal ini tampaknya menjadi bukti pertama dari pisau lempar untuk tujuan hiburan.
Menurut buku Bernard L. Peterson “Profil Afrika-Amerika Pelaku Tahap dan Orang Teater,” pisau-lempar menemukan sebuah rumah di teater dengan bantuan Monsieur Bushnell, yang mencakup berbagai aktivitas lempar pisau pada awal 1890. Termasuk aktivitas awal lainnya seperti yang dipertunjukan di sebuah teater dilakukan oleh Victor F. Cody dan Miss Lillian Cody, yang melakukan aktivitas lempar pisau yang dilakukan di seluruh negeri sejak 1902.
Pada tahun 1938, The Gibsons, suami istri dari Jerman memberikan pertunjukan yang menegangkan, muncul di Ringling Bros dan Barnum & Bailey menunjukkan sirkus dengan suatu tindakan yang disebut Wheel of Death. Roda Kematian adalah blok melingkar pada kayu dan seseorang diikat di blok kayu tersebut. Sebagai potongan kayu diputar, pelempar pisau melemparkan pisau pada blok dengan tujuan menguraikan tubuh tapi tentunya dirancang untuk tidak menyakiti.
Pisau lempar Dalam Teater Populer
4. Sandiwara “Pin Cushion,” oleh Clay McLeod Chapman, menceritakan kisah seorang suami istri bertindak sebagai artis pisau lempar, dan termasuk pertunjukan monolog yang disampaikan oleh istri sementara suaminya melempar pisau di sekelilingnya. Drama itu dilakukan di The Red Ruang Theater di New York pada Mei dan Juni 2002. Kinerja melibatkan pelempar pisau profesional dalam Dr David Adamovich (The Great Throwdini ) bermain sebagai suami.
“The Game piyama,” oleh Richard Adler dan Jerry Rossalso, terlibat pertunjukan lempar pisau. Drama itu akhirnya berubah menjadi sebuah film yang dibintangi oleh Doris Day
“Annie Get Your Gun,” oleh Herbert dan Dorothy Fields, fitur-pelempar pisau bernama Tommy Keeler.
Penn & Teller mungkin pertunjukan lempar pisau paling terkenal. Keduanya sering menampilkan pertunjukan lempar pisau dalam produksi teater mereka.
Peringatan
5. Melemparkan pisau bisa sangat berbahaya. Sebagian besar pertunjukan lempar pisau dilakukan di teater yang dilakukan oleh para profesional. pelempar pisau Profesional mengambil keamanan yang sangat serius dan memiliki peraturan yang ketat untuk memastikan tidak ada yang terluka.
Martor KG
Ditulis Oleh Ellen Ramlan, seorang anggota D’Lempis yg sudah mendapatkan sertifikasi Internasional Thrower Organisatio









Selasa, 11 Maret 2014

senjata tajam
Negeri kita ini memang begitu kaya rupawan. Berbagai macam budaya mewarnai kehidupan para penghuninya. Ambilan contoh misalnya pada senjata tajam. Selain sebagai buat perlindungan diri, keberadaannya diwarnai dengan berbagai macam seni dan filosofi yang menarik untuk diteliti. Berikut 10 senjata tajam khas Nusantara:
1. Keris
Keris adalah senjata tikam golongan belati dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berliku-liku, dan banyak di antaranya memiliki pamor, yaitu guratan-guratan logam cerah pada helai bilah.
Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan, sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori dalam berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.
 Penggunaan keris tersebar pada masyarakat penghuni wilayah yang pernah terpengaruh oleh Majapahit, seperti Jawa, Madura, Nusa Tenggara, Sumatera, pesisir Kalimantan, sebagian Sulawesi, Semenanjung Malaya, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan (Mindanao). Keris di setiap daerah memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam penampilan, fungsi, teknik garapan, serta peristilahan. Keris Indonesia telah terdaftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia sejak 2005.

2. Kujang
Kujang adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9, terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram. Kujang dikenal sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa penelitimenyatakan bahwa istilah “kujang” berasal dari kata kudihyang (kudi dan Hyang). Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi.
 Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.
Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.

3. Rencong
Rencong adalah senjata tajam belati tradisional Aceh, di pulau Sumatera Indonesia bentuknya menyerupai huruf “L“. Rencong termasuk dalam kategori belati yang berbeda dengan pisau atau pedang. Rencong memiliki kemiripan rupa dengan keris. Panjang mata pisau rencong dapat bervariasi dari 10 cm sampai 50 cm. Mata pisau tersebut dapat berlengkung seperti keris, namun dalam banyak rencong, dapat juga lurus seperti pedang. Rencong dimasukkan ke dalam sarung belati yang terbuat dari kayu, gading, tanduk, atau kadang-kadang logam perak atau emas. Dalam pembawaan, rencong diselipkan di antara sabuk di depan perut pemakai.
Seperti kepercayaan keris dalam masyarakat Jawa, masyarakat tradisional Aceh menghubungkan kekuatan mistik dengan senjata rencong. Rencong masih digunakan dan dipakai sebagai atribut busana dalam upacara tradisional Aceh. Masyarakat Aceh mempercayai bahwa bentuk dari rencong mewakili simbol dari basmalah dari kepercayaan agama Islam.

4. Mandau
Mandau adalah senjata tajam sejenis parang berasal dari kebudayaan Dayak di Kalimantan. Mandau termasuk salah satu senjata tradisional Indonesia. Berbeda dengan arang, mandau memiliki ukiran – ukiran di bagian bilahnya yang tidak tajam. Sering juga dijumpai tambahan lubang-lubang di bilahnya yang ditutup dengan kuningan atau tembaga dengan maksud memperindah bilah mandau.
Menurut literatur di Museum Balanga, Palangkaraya, bahan baku mandau adalah besi mantikei yang terdapat di hulu Sungai Matikei, Desa Tumbang Atei, Sanaman Matikei, Katingan. Besi ini bersifat lentur sehingga mudah dibengkokan. Mandau asli mempunyai penyang, penyang adalah kumpulan-kumpulan ilmu suku dayak yang didapat dari hasil bertapa atau petunjuk lelulur yang digunakan untuk berperang. Penyang akan membuat orang yang memegang mandau sakti, kuat dan kebal dalam menghadapi musuh. Mandau dan penyang adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan turun temurun dari leluhur.

5. Golok
Golok adalah pisau besar dan berat yang digunakan sebagai alat berkebun sekaligus senjata yang jamak ditemui di Asia Tenggara. Hingga saat ini kita juga bisa melihat golok digunakan sebagai senjata dalam silat.
 Ukuran, berat, dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya. Golok memiliki bentuk yang hampir serupa dengan machete tetapi golok cenderung lebih pendek dan lebih berat, dan sering digunakan untuk memotong semak dan dahan pohon. Golok biasanya dibuat dari besi baja karbon yang lebih lunak daripada pisau besar lainnya di dunia. Ini membuatnya mudah untuk diasah tetapi membutuhkan pengasahan yang lebih sering. Senjata ini menjadi alat tradisional masyarakat Betawi.

6. Clurit
Arit, Celurit, atau Sabit adalah alat pertanian berupa pisau melengkung menyerupai bulan sabit. Meskipun memiliki bentuk yang sama; secara bahasa Arit cenderung bersifat sebagai alat pertanian, sedangkan Clurit lebih mengacu pada senjata tajam. Clurit juga merupakan senjata khas dari suku Madura, Indonesia dan biasa digunakan sebagai senjata carok. Senjata ini sudah melegenda sebagai senjata yang biasa digunakan oleh tokoh yang bernama Sakera. Masyarakat Madura akan “mengisi” celurit dengan khodam dengan cara merafalkan doa doa sebelum melakukan carok.

7. Parang
Parang adalah senjata tajam yang terbuat dari besi biasa. Bentuknya relatif sederhana tanpa pernak pernik. Kegunaannya adalah sebagai alat potong atau alat tebas (terutama selak belukar) kala penggunanya keluar masuk hutan. Parang juga digunakan untuk pertanian.
Parang juga merupakan senjata khas orang Melayu di kampung-kampung pada zaman dahulu. Sedangkan masyarakat Melayu di Jawa dan Sumatra menjadikan parang sebagai salah satu senjata pertempuran.

8. Piso Halasan
Piso Halasan adalah pedang yang berasal dari Tapanuli Utara Batak Sumatera Utara. Piso Halasan biasanya dimiliki seorang pemimpin batak yang sudah memiliki otoritas hingga di tingkat Bius. Piso Halasan adalah lambang kebesaran Orang Batak hasangapon bagi dirinya yang membawa manfaat bagi orang banyak.
 Piso Halasan adalah pedang bermata tunggal, yang sedikit melengkung. Pisau dari pangkal sedikit lebih lebar, sempit di tengah, sedang di bagian ujung runcing tetapi lebih lebar dari bagian tengah. Gagang biasanya terbuat dari tanduk rusa. Sarung pedang ini biasanya terbuat dari bahan logam yang kemudian diberi hiasan. Panjang keseluruhan Piso Halasan adalah 76cm dengan panjang mata pisau 50cm.

9. Surik
Surik adalah pedang tradisional dari Indonesia. Surik secara umum dikenal dari pulau Timor meskipun di daerah Sumatera (jambi, batak, minang) ada juga pedang yang dinamakan surik. Surik memiliki pisau bermata tunggal dengan punggung lurus, yang berjalan di sepanjang tepi s berbentuk. Bentuk Pisau dibagian ujung sempit dan bagian pangkal lebih melebar . Gagang Surik sebagian besar terbuat dari tanduk, bagian gagang berbentuk unik dengan disertai rumbai-rumbai agar surik terlihat gagah. Rumpai gagang terbuat dari bulu kambing atau bulu kuda. Dibagian tengah gagang ini ada ukiran mata yang berfungsi untuk menambah kekuatan magis surik ini. Sarung pedang ini terbuat dari kayu.
 Bagi masyarakat Belu Nusa Tenggara Timur pedang surik adalah pedang sakti. Kesaktian pedang ini juga bergantung kepada orang yang memegangnya. Jadi tidak sembarang orang boleh memegang surik. Kalau ini terjadi maka akan terjadi ”pedang makan tuan.” Oleh karena itu, sebelum turun perang, para masyarakat berembuk menentukan siapa yang pegang. Pedang Surik juga dijadikan tari khas timor yang bernama Tari Surik Laleok yang menggambarkan kepahlawan adat setempat.

10. Badik
Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda, dengan panjang mencapai sekitar setengah meter. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun demikian, berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah).
Menurut pandangan orang Bugis Makassar, setiap jenis badik memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat memengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya.
Sejak ratusan tahun silam, badik dipergunakan bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri dan berburu tetapi juga sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Badik ini tidak hanya terkenal di daerah Makassar saja, tetapi juga terdapat di daerah Bugis dan Mandar dengan nama dan bentuk berbeda.

Tambahan:
Bendo
Berkas:Bendo2.jpg
Bendo adalah senjata dan peralatan yang berasal Jawa Indonesia. Di daerah lain ada yang menyamakan bendo dengan golok padahal kedua alat tersebut beda. Perbedaan bendo dan golok adalah bendo lebih pendek dari pada golok serta bendo lebih lebar penampangnya daripada golok. Bendo sebenarnya merupakan alat dapur yang biasanya digunakan untuk memotong daging yang bertulang ataupun menggiris benda lain yang membutuhkan tenaga besar.
Bendo adalah pisau bermata satu yang meiliki berat tidak ringan. hal ini berguna untuk daya ptong yang lebih besar dari pada pisau biasa. Bagian utama dari sebuah bendo adalah bilah (wilah) yang terbuat dari campuran besi dan baja. Biasanya bahan baku yang umum digunakan oleh pengrajin golok di Jawa saat ini adalah lempengan per bekas mobil,hal ini karena mudah dan cenderung murah. Gagang dan sarung bendo kebanyakan dibuat dari bahan kayu