senjata tajam
Celurit atau
clurit atau dalam bahasa Madura biasa disebut Arek,
bagi masyarakat Madura, tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi
mereka hingga hari ini. Senjata tradisional berbentuk melengkung seperti
bulan sabit. Bilah inilah yang menjadi ciri khas senjata tradisional
ini. Senjata tradisional yang memiliki bilah serupa celurit ialah
kerambit asal Sumatera, arit dari Jawa, dan kujang dari Jawa Barat.
Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu clurit kembang turi dan clurit wulu pitik/bulu ayam. Sedangkan untuk ukuran, celurit dibagi menjadi lima ukuran. Dari ukuran 5 atau yang paling kecil sampai ukuran 1 atau yang paling besar.
Pada umumnya celurit memiliki hulu (pegangan/gagang) yang terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan untuk hulu cukup beraneka ragam, misalnya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Terdapat tali diujung hulunya yang pnjangnya berkisar 10 sampai 15 cm yang berguna untuk ngegantung atau mengikat clurit. Ulir atau cerukan biasanya terdapat pada bagian ujung hulu. Biasanya kedalaman ulir tersebut mencapai 1 sampai 2 cm.
Sarung celurit sendiri terbuat dari kulit. Masyarakat Madura biasanya menggunakan kulit kerbau yang tebal atau kulit sapi atau bisa juga kulit lainnya. Sarung Kulit disesuaikan dengan bentuk dari celurit itu sendiri, yaitu berbentuk sabit. Sarung celurit juga memiliki ikatan pada ujungnya dekat dengan gagang sebagai pengaman. Untuk mempermudah dalam mencabut celurit dari sarungnya, maka celurit hanya dijahir 3/4-nya saja.
Bahan stenless biasa digunakan sebagai bahan pembuatan bilah celurit. Bahan tersebut memiliki kualitas yang bagus dibandingkan dengan bahan lainnya atau bisa juga menggunakan besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil untuk kualitas yang paling bagus. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bagian bilahnya dibuat menembus sampai ujung untuk melekatkan dengan kuat bilah pada gagangnya.
Kini, masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak heran bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura. Misalnya, desa kecil bernama Peterongan, Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.
Celurit dikerjakan seorang pandai besi. Padai besi biasanya berpuasa sebelum mengerjakan sebilah celurit. Bahkan setiap pada bulan Maulid, di bengkel pandai besi dilakukan ritual kecil. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi, dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di mushola. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit- sakitan. Orang-orang dilarang untuk melangkahi apalagi menduduki tombuk atau bantalan penempa besi.
Memilih besi yang diinginkan menjadi awal pembuatan celurit. Jika menginginkan celurit yang berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan dengan suhu yang tinggi.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit digerinda dan haluskan bilahnya. Setelah dimasukkan atau ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Kemudian diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terakhir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kerbau atau sapi dan telah diukir, di mana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Lama waktu pengerjaan memakan waktu dua sampai empat hari.
Carok belum dikenal pada zaman Cakraningrat (abad ke-12M), Joko Tole (abad ke-17M) dan Panembahan Semolo. Ketika itu, seseorang membunuh dengan menggunakan keris atau pedang untuk membela kehormatannya. Masyarakat Madura meyakini bahwa celurit berasal dari legenda pak Sakera atau Sekerang, yaitu seorang mandor tebu asal Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Menurut cerita, ia tidak pernah melepaskan celurit jauh darinya. Ia selalu memakainya untuk kehidupan sehari-hari atau biasa digunakan untuk alat pertanian atau perkebunan. Sakera berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat.
Sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah. Pada akhirnya ia tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari. Tindakan penjajah yang menghukum gantung Sakera menyulut kemarahan orang-orang Madura. Mereka mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata yang biasa digunakan Sakera, yaitu celurit. S
Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu clurit kembang turi dan clurit wulu pitik/bulu ayam. Sedangkan untuk ukuran, celurit dibagi menjadi lima ukuran. Dari ukuran 5 atau yang paling kecil sampai ukuran 1 atau yang paling besar.
Pada umumnya celurit memiliki hulu (pegangan/gagang) yang terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan untuk hulu cukup beraneka ragam, misalnya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Terdapat tali diujung hulunya yang pnjangnya berkisar 10 sampai 15 cm yang berguna untuk ngegantung atau mengikat clurit. Ulir atau cerukan biasanya terdapat pada bagian ujung hulu. Biasanya kedalaman ulir tersebut mencapai 1 sampai 2 cm.
Sarung celurit sendiri terbuat dari kulit. Masyarakat Madura biasanya menggunakan kulit kerbau yang tebal atau kulit sapi atau bisa juga kulit lainnya. Sarung Kulit disesuaikan dengan bentuk dari celurit itu sendiri, yaitu berbentuk sabit. Sarung celurit juga memiliki ikatan pada ujungnya dekat dengan gagang sebagai pengaman. Untuk mempermudah dalam mencabut celurit dari sarungnya, maka celurit hanya dijahir 3/4-nya saja.
Bahan stenless biasa digunakan sebagai bahan pembuatan bilah celurit. Bahan tersebut memiliki kualitas yang bagus dibandingkan dengan bahan lainnya atau bisa juga menggunakan besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil untuk kualitas yang paling bagus. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bagian bilahnya dibuat menembus sampai ujung untuk melekatkan dengan kuat bilah pada gagangnya.
Kini, masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak heran bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura. Misalnya, desa kecil bernama Peterongan, Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.
Celurit dikerjakan seorang pandai besi. Padai besi biasanya berpuasa sebelum mengerjakan sebilah celurit. Bahkan setiap pada bulan Maulid, di bengkel pandai besi dilakukan ritual kecil. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi, dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di mushola. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit- sakitan. Orang-orang dilarang untuk melangkahi apalagi menduduki tombuk atau bantalan penempa besi.
Memilih besi yang diinginkan menjadi awal pembuatan celurit. Jika menginginkan celurit yang berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan dengan suhu yang tinggi.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit digerinda dan haluskan bilahnya. Setelah dimasukkan atau ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Kemudian diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terakhir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kerbau atau sapi dan telah diukir, di mana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Lama waktu pengerjaan memakan waktu dua sampai empat hari.
Carok belum dikenal pada zaman Cakraningrat (abad ke-12M), Joko Tole (abad ke-17M) dan Panembahan Semolo. Ketika itu, seseorang membunuh dengan menggunakan keris atau pedang untuk membela kehormatannya. Masyarakat Madura meyakini bahwa celurit berasal dari legenda pak Sakera atau Sekerang, yaitu seorang mandor tebu asal Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Menurut cerita, ia tidak pernah melepaskan celurit jauh darinya. Ia selalu memakainya untuk kehidupan sehari-hari atau biasa digunakan untuk alat pertanian atau perkebunan. Sakera berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat.
Sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah. Pada akhirnya ia tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari. Tindakan penjajah yang menghukum gantung Sakera menyulut kemarahan orang-orang Madura. Mereka mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata yang biasa digunakan Sakera, yaitu celurit. S
Celurit atau
clurit atau dalam bahasa Madura biasa disebut Arek,
bagi masyarakat Madura, tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi
mereka hingga hari ini. Senjata tradisional berbentuk melengkung seperti
bulan sabit. Bilah inilah yang menjadi ciri khas senjata tradisional
ini. Senjata tradisional yang memiliki bilah serupa celurit ialah
kerambit asal Sumatera, arit dari Jawa, dan kujang dari Jawa Barat.
Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu clurit kembang turi dan clurit wulu pitik/bulu ayam. Sedangkan untuk ukuran, celurit dibagi menjadi lima ukuran. Dari ukuran 5 atau yang paling kecil sampai ukuran 1 atau yang paling besar.
Pada umumnya celurit memiliki hulu (pegangan/gagang) yang terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan untuk hulu cukup beraneka ragam, misalnya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Terdapat tali diujung hulunya yang pnjangnya berkisar 10 sampai 15 cm yang berguna untuk ngegantung atau mengikat clurit. Ulir atau cerukan biasanya terdapat pada bagian ujung hulu. Biasanya kedalaman ulir tersebut mencapai 1 sampai 2 cm.
Sarung celurit sendiri terbuat dari kulit. Masyarakat Madura biasanya menggunakan kulit kerbau yang tebal atau kulit sapi atau bisa juga kulit lainnya. Sarung Kulit disesuaikan dengan bentuk dari celurit itu sendiri, yaitu berbentuk sabit. Sarung celurit juga memiliki ikatan pada ujungnya dekat dengan gagang sebagai pengaman. Untuk mempermudah dalam mencabut celurit dari sarungnya, maka celurit hanya dijahir 3/4-nya saja.
Bahan stenless biasa digunakan sebagai bahan pembuatan bilah celurit. Bahan tersebut memiliki kualitas yang bagus dibandingkan dengan bahan lainnya atau bisa juga menggunakan besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil untuk kualitas yang paling bagus. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bagian bilahnya dibuat menembus sampai ujung untuk melekatkan dengan kuat bilah pada gagangnya.
Kini, masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak heran bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura. Misalnya, desa kecil bernama Peterongan, Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.
Celurit dikerjakan seorang pandai besi. Padai besi biasanya berpuasa sebelum mengerjakan sebilah celurit. Bahkan setiap pada bulan Maulid, di bengkel pandai besi dilakukan ritual kecil. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi, dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di mushola. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit- sakitan. Orang-orang dilarang untuk melangkahi apalagi menduduki tombuk atau bantalan penempa besi.
Memilih besi yang diinginkan menjadi awal pembuatan celurit. Jika menginginkan celurit yang berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan dengan suhu yang tinggi.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit digerinda dan haluskan bilahnya. Setelah dimasukkan atau ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Kemudian diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terakhir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kerbau atau sapi dan telah diukir, di mana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Lama waktu pengerjaan memakan waktu dua sampai empat hari.
Carok belum dikenal pada zaman Cakraningrat (abad ke-12M), Joko Tole (abad ke-17M) dan Panembahan Semolo. Ketika itu, seseorang membunuh dengan menggunakan keris atau pedang untuk membela kehormatannya. Masyarakat Madura meyakini bahwa celurit berasal dari legenda pak Sakera atau Sekerang, yaitu seorang mandor tebu asal Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Menurut cerita, ia tidak pernah melepaskan celurit jauh darinya. Ia selalu memakainya untuk kehidupan sehari-hari atau biasa digunakan untuk alat pertanian atau perkebunan. Sakera berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat.
Sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah. Pada akhirnya ia tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari. Tindakan penjajah yang menghukum gantung Sakera menyulut kemarahan orang-orang Madura. Mereka mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata yang biasa digunakan Sakera, yaitu celurit. Sejak saat itu, celurit disimbolkan sebagai alat perlawanan, simbol harga diri.
Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu clurit kembang turi dan clurit wulu pitik/bulu ayam. Sedangkan untuk ukuran, celurit dibagi menjadi lima ukuran. Dari ukuran 5 atau yang paling kecil sampai ukuran 1 atau yang paling besar.
Pada umumnya celurit memiliki hulu (pegangan/gagang) yang terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan untuk hulu cukup beraneka ragam, misalnya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Terdapat tali diujung hulunya yang pnjangnya berkisar 10 sampai 15 cm yang berguna untuk ngegantung atau mengikat clurit. Ulir atau cerukan biasanya terdapat pada bagian ujung hulu. Biasanya kedalaman ulir tersebut mencapai 1 sampai 2 cm.
Sarung celurit sendiri terbuat dari kulit. Masyarakat Madura biasanya menggunakan kulit kerbau yang tebal atau kulit sapi atau bisa juga kulit lainnya. Sarung Kulit disesuaikan dengan bentuk dari celurit itu sendiri, yaitu berbentuk sabit. Sarung celurit juga memiliki ikatan pada ujungnya dekat dengan gagang sebagai pengaman. Untuk mempermudah dalam mencabut celurit dari sarungnya, maka celurit hanya dijahir 3/4-nya saja.
Bahan stenless biasa digunakan sebagai bahan pembuatan bilah celurit. Bahan tersebut memiliki kualitas yang bagus dibandingkan dengan bahan lainnya atau bisa juga menggunakan besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil untuk kualitas yang paling bagus. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bagian bilahnya dibuat menembus sampai ujung untuk melekatkan dengan kuat bilah pada gagangnya.
Kini, masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak heran bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura. Misalnya, desa kecil bernama Peterongan, Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.
Celurit dikerjakan seorang pandai besi. Padai besi biasanya berpuasa sebelum mengerjakan sebilah celurit. Bahkan setiap pada bulan Maulid, di bengkel pandai besi dilakukan ritual kecil. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi, dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di mushola. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit- sakitan. Orang-orang dilarang untuk melangkahi apalagi menduduki tombuk atau bantalan penempa besi.
Memilih besi yang diinginkan menjadi awal pembuatan celurit. Jika menginginkan celurit yang berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan dengan suhu yang tinggi.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit digerinda dan haluskan bilahnya. Setelah dimasukkan atau ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Kemudian diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terakhir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kerbau atau sapi dan telah diukir, di mana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Lama waktu pengerjaan memakan waktu dua sampai empat hari.
Carok belum dikenal pada zaman Cakraningrat (abad ke-12M), Joko Tole (abad ke-17M) dan Panembahan Semolo. Ketika itu, seseorang membunuh dengan menggunakan keris atau pedang untuk membela kehormatannya. Masyarakat Madura meyakini bahwa celurit berasal dari legenda pak Sakera atau Sekerang, yaitu seorang mandor tebu asal Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Menurut cerita, ia tidak pernah melepaskan celurit jauh darinya. Ia selalu memakainya untuk kehidupan sehari-hari atau biasa digunakan untuk alat pertanian atau perkebunan. Sakera berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat.
Sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah. Pada akhirnya ia tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari. Tindakan penjajah yang menghukum gantung Sakera menyulut kemarahan orang-orang Madura. Mereka mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata yang biasa digunakan Sakera, yaitu celurit. Sejak saat itu, celurit disimbolkan sebagai alat perlawanan, simbol harga diri.
ejak saat itu,
celurit disimbolkan sebagai alat perlawanan, simbol harga diri.
KERAJINAN TANGAN MASYARAKAT PEDESAAN
PERHATIAN...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! "
PERHATIAN...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! "
BARANG INI HANYA UNTUK PAJANGAN DAN KOLEKSI
KARENA BERUPA ALAT-ALAT DAPUR/PERTANIAN DAN PUSAKA".
PEMESANAN Hub.085645330454
(SMS/TLP)
-PAK CAHYO E-mail : promotion.cahyo@gmail.com Nomer HP :085645330454 Alamat : DESA BETTET - PAMEKASAN - MADURA, JAWATIMUR SEMUA BAHAN DARI CAKRAM SEPEDA MOTOR & MOBIL. |
* * BARANG HARUS PESAN DULU, PEMBUATAN
MAKSIMAL 20 HARI, DP 50% DARI HARGA FULL ATAU BISA LANGSUNG DILUNASI* *
BEBAS ONGKOS KIRIM
GAGANG CLURIT TIDAK AKAN LEPAS, SILAHKAN LIHAT CONTOH GAMBAR.BEBAS ONGKOS KIRIM
NO.1 (besi bilah clurit tembus sampai bawah gagang-jadi gagang tidak akan lepas-sudah dipaten)
NO.2 (bukti gambar-gagang tidak akan lepas atau putus)
NO.3 (HARGA 1.200.000,- PANJANG 60cm) - FULL CAKRAM
NO.4 (HARGA 1.200.000,- PANJANG 60cm) - FULL CAKRAM
NO. 5 (HARGA 500.000,- PANJANG 15cm) - CAKRAM SEPEDA MOTOR
KERAMBIT : 1A
KERAMBIT : 1B
NO.6 (HARGA 1.600.000,- 1PAKET DAPAT 2 SENJATA - PANJANG CLURIT 50cm & PISAU KERAMBIT 15cm) - CAKRAM MOBIL - MODEL 1B
NO.7 (HARGA 1.600.000,- 1PAKET DAPAT 2 SENJATA - PANJANG CLURIT 50cm & PISAU DAPUR 15cm) - CAKRAM MOBIL - MODEL 1A
NO. 9 BUKTI : BESI BILAH NYAMBUNG SAMPAI GAGANG-SEHINGGA TIDAK AKAN LEPAS/PUTUSNO.10 PISAU UDANG KHAS MADURA (HARGA 1.200.000,- PANJANG 50cm) - FULL CAKRAM
NO. 11 BUKTI : BESI BILAH NYAMBUNG SAMPAI GAGANG-SEHINGGA TIDAK AKAN LEPAS/PUTUS
NO.12 (HARGA 2.000.000,- PANJANG 100cm) - FULL CAKRAM
Celurit Madura Rp 2.000.000,- (Bahan Cakram Mobil) 1 meter |
BENGKEL KAMI :
Arit, Celurit, atau Sabit adalah alat pertanian berupa pisau melengkung menyerupai bulan sabit. Meskipun memiliki bentuk yang sama; secara bahasa Arit cenderung bersifat sebagai alat pertanian, sedangkan Clurit lebih mengacu pada senjata tajam.
Clurit juga merupakan senjata khas dari suku Madura, Indonesia dan biasa digunakan sebagai senjata carok. Senjata ini sudah melegenda sebagai senjata yang biasa digunakan oleh tokoh yang bernama Sakera.
celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.celurit,clurit,madura.
Clurit Madura
Clurit memang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Madura, Jawa Timur. Senjata tajam yang berbentuk melengkung ini begitu melegenda. Sejak dahulu kala hingga sekarang, hampir setiap orang di Tanah Air mengenal senjata khas etnis Madura ini. Saking populernya, clurit kerap diidentikkan dengan berbagai tindak kriminal. Bahkan celurit juga digunakan oleh massa saat terjadi kerusuhan maupun demonstrasi di pelosok Nusantara untuk menakuti lawannya.
Clurit memang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Madura, Jawa Timur. Senjata tajam yang berbentuk melengkung ini begitu melegenda. Sejak dahulu kala hingga sekarang, hampir setiap orang di Tanah Air mengenal senjata khas etnis Madura ini. Saking populernya, clurit kerap diidentikkan dengan berbagai tindak kriminal. Bahkan celurit juga digunakan oleh massa saat terjadi kerusuhan maupun demonstrasi di pelosok Nusantara untuk menakuti lawannya.
Boleh jadi, begitu mendengar kata Madura,
dalam benak sebagian orang bakal terbayang alam yang tandus, wajah
yang keras dan perilaku menakutkan. Kesan itu seolah menjadi benar
tatkala muncul kasus-kasus kekerasan yang menggunakan clurit dengan
pelaku utamanya orang Madura.
Kendati demikian tak semua orang mengetahui
sejarah dan proses sebuah clurit itu dibuat hingga dikenal luas. Di
tempat asalnya, clurit pada mulanya hanyalah sebuah arit. Petani pun
kerap menggunakan arit untuk menyabit rumput di ladang dan membuat
pagar rumah. Dalam perkembangannya, arit itu diubah menjadi alat
beladiri yang digunakan oleh rakyat jelata ketika menghadapi musuh.
Demikian pula pendapat D. Zawawi Imron.
Seniman sekaligus budayawan Madura ini menuturkan, kalangan rakyat
kecil memperlakukan clurit sebagai senjata tajam biasa. Dengan kata
lain, clurit itu bukan dianggap senjata sakti.
Kini, masyarakat Madura masih memandang
clurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari.
Tak mengherankan, bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak
bertebaran di Pulau Madura.
Tersebutlah sebuah desa kecil bernama
Peterongan. Kampung ini terletak di Kecamatan Galis, sekitar 40
kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk
menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan clurit.
Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.
Tak salah memang, bila desa ini menjadi
kondang. Maklum, clurit buatan para perajin di Desa Peterongan itu
dikenal kokoh dan halus pengerjaannya. Seorang di antara mereka
adalah Salamun. Siang itu, lelaki berusia 54 tahun ini menemui Sunarto
utusan dari sebuah padepokan silat terkenal di Kecamatan Kamal,
Bangkalan.
Sunarto pun meminta Salamun mengerjakan
sebilah clurit berjenis bulu ayam. Bagi Salamun, membuat clurit adalah
bagian dari napas kehidupannya. Clurit tak hanya sekadar dimaknai
sebagai benda tajam yang digunakan untuk melukai orang. Akan tetapi
clurit adalah karya seni yang mesti dipertahankan dari warisan
leluhurnya.
Pagi itu, Salamun didampingi putranya
berbelanja membeli besi tua yang berada di sudut Desa Peterongan. Di
antara tumpukan besi itu, Salamun memilih besi bekas rel kereta api
dan per bekas jip sebagai bahan baku membuat celurit pesanan Sunarto.
Besi pilihan itu lantas dibawa menuju
bengkel pandai besi miliknya yang berada tak jauh dari halaman
rumahnya. Batangan besi tersebut kemudian dibelah dengan ditempa
berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh
lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan hingga
mencapai titik derajat tertentu.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa
berulang kali sampai membentuk lengkungan clurit yang diinginkan.
Dengan dibantu ketiga anaknya, Salamun membuat clurit pesanan
padepokan silat tersebut dengan penuh ketelitian. Sebab dia memandang
clurit harus mencirikan sebuah karya seni. Tak sekadar sepotong besi
yang ditempa berkali kali, melainkan harus memiliki arti dan makna
bagi yang memilikinya.
Lantaran itulah, sebelum mengerjakan
sebilah clurit, Salamun biasa berpuasa terlebih dahulu. Bahkan saban
tahun, tepatnya pada bulan Maulid, Salamun melakukan ritual kecil di
bengkelnya. Menurut Salamun, ritual ini disertai sesajen berupa ayam
panggang, nasi dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di
musala. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat
menempa besi. "Kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan
mendapatkan musibah sakit-sakitan,” ucap Salamun.
Hingga kini, tombuk atau bantalan
menempa besi pantang dilangkahi terlebih diduduki oleh orang.
Keahlian pak Salamun membuat clurit tak bisa dilepaskan dari warisan
orang tua dan leluhur kakeknya. Semenjak kecil dirinya sudah
dilibatkan cara membuat clurit yang benar.
Pria itu termasuk produktif. Betapa tidak,
sudah ribuan clurit yang dihasilkan dari tempaan Salamun. Namun kini,
Salamun lebih berhati-hati menerima pesanan clurit. Dia beralasan,
banyak orang yang tak memahami filosofi clurit. Minimnya pemahaman
inilah yang mengakibatkan clurit lebih banyak digunakan untuk tindak
kejahatan.
Sebaliknya, bagi yang mengerti, clurit itu
tentunya digunakan lebih berhati-hati. Pendapat itu memang beralasan.
Soalnya clurit juga diartikan sebagai lambang ksatria. Dan, bukan
malah untuk sembarang menyabet orang.
Di Madura, banyak dijumpai perguruan pencak
silat yang mengajarkan cara menggunakan clurit. Satu di antaranya
Padepokan Pencak Silat Joko Tole, pimpinan Hasanuddin Buchori.
Perguruan ini mengambil nama dari seorang ksatria asal Sumenep. Kala
itu Madura dibagi menjadi dua wilayah kerajaan besar, yaitu Madura
Timur di Sumenep dan Madura Barat di Arosbaya Bangkalan. Adapun
peninggalan Kerajaan Madura Barat masih terlihat dalam situs
makam-makam kuno di Arosbaya.
Dan hari ini, perguruan yang banyak
mengorbitkan atlet pencak silat nasional itu secara rutin berlatih
meneruskan cita-cita dan semangat leluhurnya, Joko Tole. Padepokan
Silat Joko Tole selama ini cukup kesohor di kalangan pencak silat di
Tanah Air. Terutama dalam mengajarkan penggunaan senjata tradisional
clurit.
Walaupun hanya sebuah benda mati, celurit
memiliki beragam cara penggunaannya. Ini tergantung dari niat
pemakainya. Di Perguruan Joko Tole, misalnya. Clurit tidak sekadar
diajarkan untuk melumpuhkan lawan. Namun seorang pemain silat harus
memiliki batin yang bersih dengan berlandaskan agama.
Sebagian masyarakat menganggap clurit tak
bisa dipisahkan dari tradisi carok yang dianut oleh sebagian
orang Madura. Sayang, hingga kini, belum satu pun peneliti yang bisa
menjelaskan awal mula carok menjadi bagian hidup orang Madura. Yang
terang, pada dasarnya carok biasa dilakukan ketika seseorang merasa
dipermalukan dan harga dirinya dilecehkan. Maka, penyelesaian yang
terhormat adalah dengan berduel secara ksatria satu lawan satu.
Latar belakang perkelahian seperti itu
diakui Zawawi Imron. Budayawan ini menerangkan, ada adigium Madura
yang mengatakan: Dibandingkan dengan putih mata lebih bagus putih
tulang. Artinya, daripada hidup malu lebih baik mati. Dengan kata
lain, ketika orang Madura dipermalukan, maka ia berbuat pembalasan
dengan melakukan carok terhadap yang menghinanya itu.
Namun dalam perkembangannya, arti carok
sendiri menjadi tidak jelas. Terutama bila dihubungkan dengan nyelep,
yakni menyerang musuh dari belakang atau ketika lawan sedang lengah.
Dan, hal itu semakin tidak jelas manakala banyak kasus kekerasan
yang bermotifkan sosial ekonomi.
Jadi, untuk mengubah stereotip itu, orang
Madura harus melawan kebodohan dan ketertinggalan. Ini seperti
kerinduan budayawan sekaligus penyair Madura Zawawi Imron dalam puisi
berjudul Clurit Emas: Bila musim melabuh hujan tak turun,
kubasahi kau dengan denyutku. Bila dadamu kerontang, kubajak kau
dengan tanduk logamku. Di atas bukit garam kunyalakan otakku.
Lantaran aku tahu, akulah anak sulung yang sekaligus anak bungsumu. Aku
berani mengejar ombak. Aku terbang memeluk bulan. Dan memetik
bintang gemintang di ranting-ranting roh nenek moyangku. Di bubung
langit kuucapkan sumpah. Madura, akulah darahmu.(ANS/Soedjatmoko
dan Bambang Triono)
PISAU
Pisau ialah alat yang digunakan untuk memotong sebuah benda.
Pisau terdiri dari dua bagian utama, yaitu bilah pisau dan gagang
atau pegangan pisau. Bilah pisau terbuat dari logam pipih
yang tepinya dibuat tajam; tepi yang tajam ini disebut mata pisau.
Pegangan pisau umumnya berbentuk memanjang agar dapat digenggam dengan
tangan.
Bentuk umum pisau mirip dengan pedang,
bedanya adalah bahwa bilah pedang lebih panjang daripada bilah pisau.
Bila pisau terlalu kecil untuk memotong sesuatu, gergaji
atau kapak
mungkin diperlukan.(pisau-Wikipedia bahasa indonesia).
Sejarah Lempar PisauHistory of Throwing Knife
Melemparkan pisau mengacu pada seni lempar pisau pada target.
Awalnya, pisau lempar digunakan sebagai cara untuk membela diri dan
menyakiti atas individu lain. Sekarang pisau lempar dipraktekkan
sebagai bentuk olahraga dan hiburan, terutama di teater.
Pisau lempar Sebagai Senjata
1. Asal mula pisau lempar, melempar kayu berasal dari (gambar
bumerang), yang digunakan sebagai senjata dalam pertempuran dan
sebagai alat untuk berburu. Di Afrika Utara, bukti melemparkan kayu
kembali ke sekitar 6000 SM Di Mesir, melemparkan kayu ditemukan di
makam Tut-anch-Amun (sekitar 1340 SM). Setelah pengenalan besi pada
sekitar 600 SM, melemparkan kayu secara bertahap berkembang menjadi
pisau lempar.
Di Amerika, pisau lempar populer di awal 1800-an dengan James Bowie,
seorang tentara Amerika yang melemparkan pisau dalam pertempuran
selama Revolusi Texas (termasuk kematian-Nya di Pertempuran Alamo)
menjadi legendaris. Selama waktu ini, pisau-lempar sangat populer di
kalangan tentara Konfederasi sebagai bentuk pertempuran, tetapi juga
digunakan sebagai bentuk hiburan ketika tentara tidak bertempur,
dilakukan saat-saat istirahat.
Pisau Lempar Sebagai Olahraga
2. Sementara peraturan sedikit berbeda dari kompetisi ke kompetisi,
olahraga lempar pisau umumnya melibatkan target dengan ukuran diameter
50cm. target tersebut kemudian dibagi menjadi 5 cincin dengan
diameter berikut: 10cm, 20cm, 30cm, 40cm, 50cm. Poin yang diperoleh
membentur bull’s-eye (lima poin) dan cincin luar masing-masing
(empat, tiga, dua, satu). Secara umum, pisau yang dilemparkan dari
jarak antara 3m dan 7m. Banyak organisasi yang ada di seluruh dunia
untuk mempromosikan olahraga pisau lempar, termasuk International
Knife penyembur Hall of Fame (IKTHOF) Asosiasi yang berbasis di
Austin, Texas.
Melempar Pisau Sebagai Hiburan
3. Sebuah gambar, yang pertama kali muncul pada tahun 1861, berjudul
“Hidup di Camp Tentara Konfederasi” menggambarkan tentara
Konfederasi melemparkan pisau terhadap suatu tanda di pohon. Hal ini
tampaknya menjadi bukti pertama dari pisau lempar untuk tujuan
hiburan.
Menurut buku Bernard L. Peterson “Profil Afrika-Amerika Pelaku Tahap
dan Orang Teater,” pisau-lempar menemukan sebuah rumah di teater
dengan bantuan Monsieur Bushnell, yang mencakup berbagai aktivitas
lempar pisau pada awal 1890. Termasuk aktivitas awal lainnya seperti
yang dipertunjukan di sebuah teater dilakukan oleh Victor F. Cody
dan Miss Lillian Cody, yang melakukan aktivitas lempar pisau yang
dilakukan di seluruh negeri sejak 1902.
Pada tahun 1938, The Gibsons, suami istri dari Jerman memberikan
pertunjukan yang menegangkan, muncul di Ringling Bros dan Barnum &
Bailey menunjukkan sirkus dengan suatu tindakan yang disebut Wheel
of Death. Roda Kematian adalah blok melingkar pada kayu dan
seseorang diikat di blok kayu tersebut. Sebagai potongan kayu
diputar, pelempar pisau melemparkan pisau pada blok dengan tujuan
menguraikan tubuh tapi tentunya dirancang untuk tidak menyakiti.
Pisau lempar Dalam Teater Populer
4. Sandiwara “Pin Cushion,” oleh Clay McLeod Chapman, menceritakan
kisah seorang suami istri bertindak sebagai artis pisau lempar,
dan termasuk pertunjukan monolog yang disampaikan oleh istri
sementara suaminya melempar pisau di sekelilingnya. Drama itu
dilakukan di The Red Ruang Theater di New York pada Mei dan Juni
2002. Kinerja melibatkan pelempar pisau profesional dalam Dr David
Adamovich (The Great Throwdini ) bermain sebagai suami.
“The Game piyama,” oleh Richard Adler dan Jerry Rossalso, terlibat
pertunjukan lempar pisau. Drama itu akhirnya berubah menjadi sebuah
film yang dibintangi oleh Doris Day
“Annie Get Your Gun,” oleh Herbert dan Dorothy Fields, fitur-pelempar
pisau bernama Tommy Keeler.
Penn & Teller mungkin pertunjukan lempar pisau paling terkenal.
Keduanya sering menampilkan pertunjukan lempar pisau dalam
produksi teater mereka.
Peringatan
5. Melemparkan pisau bisa sangat berbahaya. Sebagian besar
pertunjukan lempar pisau dilakukan di teater yang dilakukan oleh
para profesional. pelempar pisau Profesional mengambil keamanan yang
sangat serius dan memiliki peraturan yang ketat untuk memastikan
tidak ada yang terluka.
Martor KG
Ditulis Oleh Ellen Ramlan, seorang anggota D’Lempis yg sudah
mendapatkan sertifikasi Internasional Thrower Organisatio
Butuh peralatan tani seperti arit cangkul dll hubungi kami
BalasHapusbutuh alat tani seperti celurit atau sabit
BalasHapus